Farhan dan Zuhra


FARHAN DAN ZUHRA
OLEH: AHMAD SURYADI
            Senja yang sempurna dan suara ombak yang merdu menemani dua pasang manusia yang sedang memadu kasih. “tak ada hal yang indah, selain menikmati matahari tenggelam bersamamu”, gombal Farhan. “gombal ah basi tahu, lebih baik kalau kita foto-foto”, dunia seakan milik mereka berdua tak ada lagi yang mereka pikirkan selain indahnya kasih sayang, mereka begitu menikmati senja di pantai itu. “begitu setianya matahari itu untuk tetap beradu di barat peraduan yang  abadi seabadi cintaku padamu”, kata Farhan ke Zuhra sambil memandangi matahari yang kini tinggal separuhnya. “kuharap begitu sayang”.
“tentu saja, dan aku tak akan pernah menikah jika itu tidak denganmu”.
            Tak lama lagi Farhan dan Zuhra menyelesaikan pendidikan S1 mereka. Mereka memang satu angkatan Farhan mengambil jurusan teknik mesin sedangkan Zuhra mengambil jurusan Biologi di universitas yang sama. Farhan akan melanjutkan pendidikan S2 nya ke Jerman dengan beasiswa yang diterimanya sedangkan Zuhra akan mencoba mendaftar sebagai guru di kampungnya. Sebelum berangkat Farhan berencana untuk melamar Zuhra terlebih dahulu berharap tidak ada laki-laki lain yang mendahuluinya selagi ia ada di Jerman.
            Farhan memang sudah beberapa kali kerumah Zuhra dan sudah cukup kenal dengan orang tua Zuhra, meskipun sudah sering ke rumah kekasihnya itu namun ekspresi yang sama selalu diberikan oleh ayah Zuhra, ekspresi cuek seakan tidak setuju terhadap hubungan anaknya dengan Farhan. Farhan bisa membaca pesan ketidaksetujuan Ayah Zuhra itu kepadanya, namun dia sudah berjanji untuk tidak akan menyerah sebelum ia mampu memiliki Zuhra.

            Hari keberangkatan Farhan ke Jerman semakin dekat dan dia masih belum bisa meyakinkan pak Ibrahim ayah Zuhra. Farhan memang berasal dari keluarga yang sederhana dan biasa-biasa saja sedangkan Zuhra sendiri adalah keturunan  bangsawan, mungkin itu yang menyebabkan Ayahnya tidak kunjung-kunjung merestui hubungan mereka. Perjuangan Farhan tak berhenti dia masih terus mencoba menarik perhatian Ayah Zuhra hingga disuatu hari akhirnya Pak Ibrahim luluh dan merestui keinginan keduanya untuk bertunangan.
            Farhan akhirnya berangkat ke Jerman di antar oleh tunangannya hingga bandara, keduanya kemudian berpelukan cukup lama. Zuhra seakan tidak rela melihat Farhan untuk pergi meninggalkannya dalam waktu yang cukup lama, ini kali pertama Zuhra ditinggal Farhan dengan waktu yang lama semenjak mereka berpacaran empat tahun silam. Farhan kemudian menaiki pesawat yang akan membawanya ke Jerman, tak lama pesawat itu lepas landas, Zuhra kemudian menatap pesawat Farhan tanpa henti yang semakin lama semakin kecil dan kemudian menghilang, Zuhra mengusap pipinya kemudian kembali kemobil untuk pulang.
            Jerman-indonesia menjadi jarak pemisah keduanya kini, namun rasa cinta keduanya tidak pernah terkalahkan oleh jarak yang jauh itu, mereka tetap berkomunikasi lewat chating, telpon, ataupun lewat surat. Ditengah kesibukannya Farhan selalu menyempatkan dirinya untuk bisa Chating, dan menelpon dengan tulang rusuknya itu. Kunci sebuah hubungan adalah komunikasi dan itulah yang dipahami oleh Farhan.
            Hari itu hari selasa ketika Zuhra sedang menyebrang untuk menunggu bus yang akan mengantar Zuhra ketempat mengajarnya, Zuhra tertabrak sebuah mini bus yang sedang melaju kencang, Zuhra terpental, darah mengucur deras dari kepalanya. Orang-orang yang berada didekatnya berlarian mengerumuni dan menolong gadis malang itu, mereka kemudian segera membawa gadis itu ke rumah sakit. Dengan setengah sadar dan masih berlumuran darah Zuhra mencoba mengucapkan sesuatu “jangan… Tanya Farhan”, Zuhra kemudian pingsan.
            Orangtua Zuhra tak henti bersedih dan khawatir menanti operasi selesai, dokter keluar dan berbicara dengan kedua orangtua Zuhra. Dokter mengatakan kepada mereka bahwa operasinya berhasil namun benturan keras dikepalanya kemungkinan besar merusak syaraf auditorinya sehingga kemungkinan besar ia tak akan mampu berbicara lagi. Setelah sebulan koma akhirnya Zuhra siuman dan betul prediksi dokter bahwa Zuhra kini tak mampu lagi berbicara, Zuhra cukup stress dan sangat bersedih seakan tak mampu menerima kenyataan pahit itu, dan dan yang paling dia sedihkan adalah karena ia kini tak akan mampu lagi bercengkrama mesra dengan sang pujaan hati.
            “Apa Farhan tahu tentang apa yang terjadi padaku ini ayah?”, Tanya Zuhra kepada ayahnya
            “dia belum tahu nak, dia pernah menelpon namun ayah bilang padanya jika kamu diangkat jadi guru di pelosok yang tak ada jaringannya disana”,
            “syukurlah jika dia tidak tahu, jangan sampai dia tahu, yah”.
            Hari demi hari berlalu inbox facebooknya telah penuh dengan pesan dari Farhan yang tak mampu lagi dia balas, bunyi telpon dari Farhan seakan musibah yang tak lagi membuatnya senang namun menjadi sebuah kesediahan karena tak mampu lagi bercengkrama dengan sang kekasih. seorang sahabatnya selalu setia menemaninya, Zuhra meminta tolong pada sahabatnya itu agar dibelikan buku panduan bahasa isyarat agar mempermudah komunikasinya.
            Keputusan yang penting dalam hidupnya akan ia katakana pada Ayahnya, hari itu cuaca mendung mengiringi hati Zuhra yang pilu karena akan mengirimkan surat perpisahan kepada Farhan disertai cincin tunangan yang pernah diberikan Farhan padanya. Zuhra tak ingin melihat orang yang dicintainya nanti malu dengan teman-temannya jika seorang intelektual gagah itu menikah dengan seorang wanita bisu. Ayahnya memberikan kebebasan kepada Zuhra untuk menentukan sendiri keputusannya, dan menyetejui niat Zuhra itu.
            Nan jauh disana Farhan yang tinggal seminggu lagi akan balik ke tanah air sedih berat ketika membaca surat itu. Sudah seminggu sejak ia menerima surat pilu dari tulang rusuknya namun mata yang sembab tetap terlihat ketika ia sampai di tanah air. Keluarganya bertanya kenapa ia terlihat begitu sedih, namun ia tetap memilih diam, dan hanya sesekali tersenyum kepada ibunya.
Hubungan antara mereka kini sudah putus, Zuhra telah mengembalikan cincin pertunangan mereka. Mendapat surat dan telepon dari Farhan, dia hanya bisa menitikkan air mata. Ayahnya tidak tahan melihat penderitaannya, dan memutuskan untuk pindah. Berharap bahwa dia dapat melupakan segalanya dan menjadi lebih bahagia...Pindah ke tempat baru, si gadis mulai belajar bahasa isyarat sedikit demi sedikit. Suatu hari sahabatnya memberitahukan bahwa Farhan itu telah kembali dan mencarinya kemana-mana. Dia meminta sahabatnya untuk tidak memberitahukan dimana dia berada dan menyuruh Farhan tersebut untuk melupakannya.
Lebih dari setahun, tidak terdengar lagi kabar Farhan, sampai akhirnya sahabat si Zuhra datang dan menyampaikan bahwa Farhan akan menikah dan menyerahkan surat undangan. Dia membuka surat undangan itu dengan hati pedih, dan meneteskan airmata, ia menemukan namanya tercantum dalam undangan. Sebelum dia sempat bertanya kepada sahabatnya, tiba-tiba sang Farhan muncul di hadapannya.Dengan nada sedih sembari menggunakan bahasa isyarat yang kaku Farhan berusaha  menyampaikan bahwa. Aku telah menghabiskan waktu lebih dari setahun untuk mempelajari bahasa isyarat, agar dapat memberitahukan kepadamu bahwa aku belum melupakan janji kita, berikan aku kesempatan, biarkan aku menjadi suaramu.
.......

Comments

Popular posts from this blog

makalah tentang filsafat naturalisme

RPP TATA SURYA