LANDASAN TEORI INKUIRI

 LANDASAN TEORI INKUIRI

Ahmad Suryadi

“Saya mendengar dan saya lupa. Saya melihat dan saya ingat. Saya lakukan dan saya mengerti." Kutipan ini paling tidak menggambarkan pendekatan kontemporer dalam pendidikan. Dalam literatur, pembelajaran dengan melakukan merupakan karakteristik pembelajaran inkuiri. Menurut Linn, Davis, dan Bell (2004), Inkuiri merupakan proses yang disengaja untuk mendiagnosis situasi, merumuskan masalah, mengkritik eksperimen dan membedakan alternatif, merencanakan penyelidikan, meneliti dugaan, mencari informasi, membangun model, berdebat dengan teman sebaya menggunakan bukti dan representasi serta membentuk argumen yang koheren. Meskipun demikian, menurut (Constantinou, Tsivitanidou, & Rybska, 2018)Constantinou, et al. (2018), tidak ada definisi yang diterima secara umum terkait inkuiri.

Inkuiri didasari oleh dua pemikiran tokoh pendidikan yaitu Jhon Dewey dan Bruner. Menurut Dewey, inkuiri merupakan suatu proses yang dibangun dari pengalaman dan polanya bersumber dari budaya, Bahasa, dan pengalaman sehari-hari. Pengalaman tersebut menurut Dewey merupakan rekonstruksi pengetahuan yang dilakukan secara kolabratif dan reflektif. Sementara itu, bruner mengajukan sejumlah proses yang sepertinya menyerupai pembelajaran inkuiri yaitu retrospective dan prospective. Retrospective meliputi mengubah skema, manajemen data, mengeksplorasi makna sedangkan Prospective merupakan proses untuk merumuskan hipotesis baru.

Lebih lanjut, konsep-konsep dalam inkuiri tidak lepas dari tokoh besar pendidikan yaitu Jean Piaget. Pastinya, inkuiri sangat terkai dengan konseptualisasi, konstruksi pengetahuan dan peran pengalaman yang telah disampaikan Jean Piaget. Inkuiri juga tidak lepas dari pegaruh konstruktivis sosial Lev Vygotsky dimana ada peran aspek sosial dalam pembelajaran yang mejadikan pemahaman dan penalaran menjadi kunci elemen dalam proses ini. Selanjutnya, David Ausubel dengan karyanya belajar dengan penemuan dan karyanya pada pembelajaran yang bermakna dengan mempertimbangkan pengetahuan sebelumnya turut serta memengaruhi pola piker suatu kegiatan dapat dikatakan proses inkuiri. Ringkasnya, karya para ahli tersebut telah bercampur menjadi filsafat pembelajaran yang pertama dikenal sebagai konstruktivisme (Cakir, 2008) dan dalam bentuk yang dikembangkan sebagai konstruktivisme sosial (Mayer, 2004), yang keduanya digunakan untuk merekonseptualisasikan pengajaran dan pembelajaran sains.

Apakah konstruktivisme dan inkuiri merupakan hal yang sama? Telah terjadi perdebatan yang cukup panjang tentang sejauh mana konstruktivisme meluas ke dalam inkuiri, atau sebaliknya. Konstruktivisme sendiri merupakan teori belajar, teori yang menjelaskan bagaimana konstruksi pengetahuan terjadi dalam pikiran seseorang. Sementara itu, Inkuiri lebih luas dan dianggap mampu mewakili pembelajaran yang spesifik seperti anchored instruction, hands-on, problem-based, project-based, student-centered, inductive, dan dialogic approaches.

Inkuiri pada dasarnya menggunakan pendekatan induktif. Inkuiri didasarkan pada pengakuan bahwa sains merupakan proses yang didorong oleh pertanyaan untuk membangun kerangka kerja konseptual yang koheren dengan kemampuan prediktif. Oleh karena itu, siswa harus memiliki pengalaman pribadi dengan inkuiri ilmiah dan terlibat dalam praktiknya agar siswa menghayati aspek-aspek fundamental ilmu pengetahuan.

Ada tiga jenis inkuiri yang dipahami sejauh ini. Pertama, scientific inquiry, mengacu pada beragam cara di mana para ilmuwan berlatih untuk menghasilkan dan memvalidasi pengetahuan. Kedua, inquiry learning, mengacu pada proses pembelajaran aktif dimana siswa mau tidak mau terlibat. Ketiga, Inquiry teaching, mengacu pada proses pembelajaran dimana guru memfasilitasi siswa untuk melakukan inkuiri

INQUIRY BASED SCIENCE LEARNING

Proses pembelajaran inkuiri secara keseluruhan dianggap cukup mampu mengembangkan literasi sains, karena melibatkan praktik seperti eksperimen, argumentasi, pemodelan, penalaran, dll. Dari aspek siswa, siswa dikatakan melakukan inkuiri ketika siswa melakukan hal-hal sebagai berikut:

  • a.       peserta didik terlibat dengan pertanyaan-pertanyaan berorientasi ilmiah yang bermakna;
  • b.      peserta didik memberikan prioritas pada bukti, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan dan mengevaluasi ide-ide yang membahas pertanyaan ilmiah;
  • c.       peserta didik merumuskan klaim pengetahuan dan argumen dari bukti untuk menyelesaikan pertanyaan ilmiah;
  • d.      peserta didik mengevaluasi penjelasan mereka dalam penjelasan alternatif, terutama yang mencerminkan pemahaman ilmiah; dan
  • e.       peserta didik mengkomunikasikan dan membenarkan penjelasan yang mereka ajukan

Inquiry selain sebagai proses bisa juga sebagai outcome. Siswa menjadi tahu bagaiaman berinkuiri saat melakukan proses inkuiri. Ada beberapa aspek dalam belajar inkuiri yaitu:

  • a.       mengidentifikasi dan menyempurnakan pertanyaan penyelidikan
  • b.      merumuskan hipotesis dan/atau membuat prediksi
  • c.       merencanakan, mengelola dan melakukan penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh bukti (misalnya melakukan observasi sistematis untuk mencari bukti yang relevan)
  • d.      menganalisis dan mengevaluasi data
  • e.       menafsirkan hasil
  • f.        mengembangkan penjelasan
  • g.      membangun dan menggunakan model
  • h.      terlibat dalam argumentasi dari bukti
  • i.        mampu berkomunikasi secara ilmiah dalam situasi yang berbeda dan di semua langkah proses penyelidikan

INQUIRY BASED SCIENCE TEACHING

Peran guru dalam pembelajaran inkuiri adalah menjadi menjadi fasilitator yang menantang siswa untuk berpikir di luar proses mereka saat ini dengan menawarkan pertanyaan terbimbing dan/atau mempersiapkan scaffold yang direncanakan dengan matang. Kemampuan guru dalam mengatur dan memfasilitasi proses pembelajaran yang berorientasi pada penyelidikan sangat penting. Kemampuan ini mencakup masalah seperti efficacy, motivasi guru dan antusiasme untuk mengajar. Untuk mencapai itu, guru perlu mempersiapkan scaffold yang cerdik dan terencana, untuk membantu siswa melalui pemodelan dan pembinaan khususnya dengan menggunakan strategi bertanya. Guru juga memfasilitasi diskusi yang sesuai dan membantu siswa untuk fokus pada data dan fakta eksperimen, misalnya, dengan menyoroti tujuan eksperimen, dengan menggunakan metode penilaian formatif atau dengan mengajukan pertanyaan yang bermakna.

Terdapat enam dimensi yang dapat mewakili karakteristik penting inquiry based teaching yaitu:  (1) asal mula bertanya, (2) hakikat masalah, (3) tanggung jawab siswa dalam melakukan inkuiri, (4) pengelolaan keberagaman siswa, (5) peran argumentasi dan (6) penjelasan tujuan guru.

Rujukan

Cakir, M. (2008). Constructivist approaches to learning in science and their implication for science pedagogy: A literature review. International Journal of Environmental and Science Education, 3(4), 193–206.

Constantinou, C. P., Tsivitanidou, O. E., & Rybska, E. (2018). What Is Inquiry-Based Science Teaching and Learning? In O. E. Tsivitanidou, P. Gray, E. Rybska, L. Louca, & C. P. Constantinou (Eds.), Professional Development for Inquiry-Based Science Teaching and Learning (pp. 1–23). Cham: Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-91406-0_1

Linn, M. C., Davis, E. A., & Bell, P. (2004). Inquiry and technology. In Internet environments for science education(pp. 3–28). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Mayer, R. (2004). Should there be a three-strikes rule against pure discovery learning? The case for guided methods of instruction. American Psychologist, 59(1), 14–19

Comments

Popular posts from this blog

makalah tentang filsafat naturalisme

RPP TATA SURYA