cerita fiksi (cinta dan fismat)


CINTA DAN FISMAT
Oleh: Ahmad Suryadi
Eps 2
                “Mir, siap-siap meki maumeka kesana”, isi sms Dika ke Mira yang sebenarnya sulit dipahami oleh Mira, maklum anak Bandung, logat makassar aja masih sedikit sulit dia pahami apalagi logat bone dari seorang Dika yang kental sekali.
                “ea, jangan sampai telat lho”, balas Mira menebak-nebak is isms teman barunya.
                “cie,cie, pengen jalan nih de Mira, pasti ama si FISMAT, ayo…ayooo”, ledek Nya (Sinta Wartika) sambil tersenyum.
                “ah, mbak apa-apaan sih…. dia itu punya nama , namanya tuh DIKA( D____I___K___A) Dika”, kata Mira sambil mendiktekan nama Dika huruf perhuruf.
                “ea..ea..ea.. saya tahu kok…..”, balas nya.
                “itu kayaknya dike deh, saya cabut dulu ya mbak”
                “hati-hati Mir”,
…………….
                “pada akhirnya kita tahu kok, mana yang realistis dan mana yang dongeng”, kata kugi
                “ apa yang orang bilang realistis belum tentu sama dengan apa yang kita pikirin, ujung-ujungnya kita tahu kok mana diri kita yang sebenarnya mana yang bukan diri kita, dan kita juga tahu apa yang pengen kita jalani”, kata kinan
                “kamu aneh ya tahun segini masih pasang poster culture club”, tambah kinan
                “hm, bentar, kamu kayaknya cocok jadi agen neptunus”, seru  kugi sambil menatap kinan dengan membentuk ibu jari dan telunjuknya seperti persegi seakan akan ingin memotret kinan
                Mereka berdua kini asyik nonton film perahu kertas, dan tanpa mereka sadari  ternyata udah  satu jam lebih mereka nonton dan sepertinya filmnya juga bakalan habis.
                Setelah filmnya selesai merekapun keluar sambil membicarakan kembali film yang sama-sama mereka nonton. Hubungan mereka saat ini kini semakin dekat dan sepertinya dika semakin suka dengan Mira.
                “ sebentar,  singgahki makan dulu na!”, seru Dika
                “bisa aja, yang jelas ditraktirkan Dik?”, jawab Mira sambil tersenyum
                “ea, tapi janganmi ditempat yang mahal-mahal na, soalnya lagi tipis nih”, balas Dika
                “ea, terserah kamu ajalah, gua ngerti kok”,
                Sesampainya ditempat makan, mereka kemudian duduk dan memesan makanan sambil ngobrol ngobrol ringan. Makananpun datang, dan mereka mulai menyantap makananya.  Disela-sela makan mereka kemudian keduanya secara spontan dan bersamaan mengatakan “saya…….”,hm  belum selesai kemudian keduanya melanjutkan perkataanya, terlebih dahulu mereka menarik kata itu hingga jauh masuk ke dalam tenggorokan mereka hingga keduanya tersedak dan  terdiam sejenak.
                “kamu duluan Dik!”, kata Mira
                “kita mi, ladies first”, balas Dika masih dengan logat bonenya yang makin hari makin kental
                “hmm, saya mau bilang sesuatu ke Dika!”, kata Mira
                “ ada apa?”, cetus Dika memotong bicara Mira
                “gini, sebenarnya udah lama saya mau bilang, tapi saya nda enak”,
                “kenapai memang nah?”, Dika makin penasaran.
                “bisa nda……..”, lama Mira berhenti kemudian melanjutkannya
Dika mulai berharap-harap cemas dan menanti kata-kata yang sudah lama ia tunggu-tunggu “ayo… bilangmi…”, kata Dika dalam hati.
                “hm,, bisa nda Dika …mmm... Dika…mmmm…dika Nda pake logat bone, soalnya kadang saya kurang  ngerti apa yang dibilang mas Dika, soalnya saya ini baru 1 tahun di makassar, maaf ya,  kalau nda bisa nda apa-apa kok biar saya saja yang berusaha supaya bisa ngerti dengan cepat apa yang mas Dika katakan”,
                “oh…masalah itu ….. Akan kuusahakanki…..huft akan saya usahakan”,  jawab Dika yang khayalannya tidak sesuai dengan kenyataan.
                “sekarang giliranmu Dik!”
                “hm.. saya Cuma mau bilang kalau …….”, Dika berhenti
                “kalau apa Dik?” Tanya Mira
                “kalau…..kalau …kalau solusi penyelesaiaan termodinamika kemarin salah,, maaf yah!”
                “oh,,, yang kemarin itu, nda apa-apa kok, nantikan bisa kita kerja ulang”, kata Dika
                “yuk kita pulang udah hampir jam 10 nih, entar kosanmu tutup lagi”, kata Dika
                “nah,, udah bisa tuh nda pake logat bone… begitu dong Dik!”
                Motor matik tempo doloe mengantar Mira pulang kekosannya, suara motor yang tembus hinga planet neptunus itu melaju dengan lancer tanpa pernah mogok sekalipun, maklum yang punyakan mahasiswa fisika pasti tahulah perawatan motor antik seperti tu. Didepan pintu si Nya udah nunggu sahabatnya didepan gerbang rumahnya sambil memegang sebuah gembok putih yang besar.
                “seperti nya udah mau tutup gerbang nih, maaf yah kak sedikit larut”, kata dika ke Nya (alias Sinta).
                “hm.. nda apa-apa dek”, kata Nya
                “terimakasih ya Dik”, kata Mira
                “ea, sama-sama. Pulangka dulu nah,,, ups saya pulang dulu yah”, Dika pun pergi sambil melambaikan tangan ke kedua mahasiswi fisika itu.
………
                “dek…masukkan kartu pengunjung”, masih dengan wajah masam petugas perpus itu menyuruh Dika memasukkan kartu pengunjung.
                Seperti biasa Dika mengambil tempat duduk didekat Rak M, sambil membuka-buka si merah sembari menunggu si Mira datang. Akhirnya si Mira pun datang dan mengerjakan ulang penurunan termodinamika yang kemarin salah itu.
                “ternyata ini … yang konstan adalah P, bukan T sehingga seperti ini…bla.bla..bla……”, kata dia sambil menunjuk sebuah symbol yang mirip kacang diatas kertas catatan Mira.
                “oh, jadi kalau ini yang konstan berarti turunannya adalah ini.. bla..bala”, kata Mira sambil menuliskan persamaan-persamaan yang hanya dimengerti oleh orang-orang sains.
                Mereka begitu asyik menyelesaiakn soal itu, sambil bersenda gurau, sedikit tertawa, dan akhirnya persamaan itupun selesai dengan mendapatkan salah satu  persamaan  proses adiabatic yaitu
PVɣ=konstan

Mereka berteriak kegirangan karena hasil yang mereka inginkan telah mereka dapatkan.
                “hzzzzzzzzzzzzzttttttttttttttttt”, penjaga perpus yang bermuka masam itu kembali menegur keduanya.
                Dika kembali mengajak Mira untuk duduk “duduk Mir”.
                Dika kemudian mengambil kertas kosong dan meminjam pulpen biru Mira yang mungil dengan penutup bergambarkan doraemon. Maklum Mira adalah maniak doraemon, bahkan Dikamarnya penuh dengan poster doraemon dan kawan-kawan.
                Dika kemudian menuliskan dengan pelan pelan huruf demi huruf diatas kertas itu, ternyata bukan lagi symbol-simbol yang membingungkan itu tapi sebuah kalimat
                “MIRA, GUA MAU BILANG SESUATU AMA KAMU”,
                Dika kemudian menunjukkannya pada Mira
                “apa apaan sih, pake ditulis segala, ngomong aja lagi, nda seperti biasanya lho Dik!”, seru Mira
                Dika kemudian menulis kembali, akibat gravitasi tinta biru itupun terus mengalir kekertas itu dan menuliskan kata-kata yang ingin Dika sampaikan kepada Mira.
                “SEJAK PERTAMA KALI MELIHATMU AKU UDAH TERTARIK AMA KAMU,,, LAMA KENALAN TERNYATA KITA PUNYA BANYAK KESAMAAN, DAN PERASAAN SAYA PUN NDA BISA SAYA BOHONGI LAGI, AKU SAYANG AMA KAMU BUKAN LAGI SPERTI TEMAN BIASA, TAPI LEBIH DARI ITU, AKUSAYANG KAMU MIRA, MAU NDA JADI PACAR AKU?”
Mira kemudian membaaca tulisan itu dan kemudian sedikit terdiam sambil menatap mata Dika. Kemudian dia mengambil pulpennya ditangan Dika, dan mulai menuliskan kata kata dibawah tulisan Dika.
“TERIMA KASIH UDAH JUJUR DIK, DAN SAYA…………………………………………”.
Cakaran termodinamika,  PVɣ=konstan, buku Mathematical Methods In The Physical Science, serta seluruh buku yang tersusun rapi diperpus itu kini menunggu jawaban dari seorang Mira (lebay).


Mau tahu apa jawaban Mira silahkan tunggu kelanjutan ceritanya pada eps 3 yang akan diterbitkan entah kapan                ….. hehe
Isi box komentar jika ingin berkomentar yah……….
               
               
               
                

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

makalah tentang filsafat naturalisme

Sejarah Singkat Penemuan Konsep Optik