KENAPA HARUS BELAJAR FISIKA?
Pelajaran fisika selalu menjadi momok yang menakutkan bagi siswa. Siswa merasa kesulitan dalam mempelajari fisika. Rumus-rumus fisika tidak hanya perlu mereka hafal saja melainkan juga dioperasikan dengan matematika. Tidak heran jika setiap ujian sumatif dilakukan, nilai siswa selalu rendah. Bukan suatu hal langka jika hanya satu dua orang saja yang dapat lulus saat ujian. Tulisan ini akan mencoba mengungkap hal menarik tentang kesulitan siswa dan upaya perbaikan berdasarkan padangan pribadi penulis.
Sebagai
orang yang menyuai fisika, tentu tidak adil jika semua anggapan dan asumsi
dalam tulisan ini dibenarkan. Akan tetapi, pengalaman pribadi penulis selama
beberapa tahun mempelajari fisika setidaknya bisa menjadi gambaran bahwa
bergelut dan menyukai fisika sekalipun bukan jaminan dalam memahami konsep
fisika dengan benar. Sebagai mahasiswa fisika sekalipun bukan jaminan bahwa
pemahaman yang koheren tentang fisika telah dimiliki. Intensitas dan durasi
belajar bukanlah satu-satunya jaminan meningkatkan pemahaman konsep fisika.
Pada
tulisan ini, diangkat satu permasalahan umum dalam pendidikan yang juga relevan
dalam pengajaran fisika yang akan coba disintasa untuk menemukan solusinya secara
konseptual yaitu “bagaimana menjadikan
waktu yang efektif dalam memahami konsep fisika?”
Pengalaman selama tiga tahun mengajar di
sekolah menengah memberikan saya pengalaman bahwa karakteristik siswa sangat
beragam. Ada siswa yang peduli terhadap pelajaran ada yang sangat cuek bahkan
cenderung malas. Ada siswa yang serius saat pelajaran meskipun sebenranya tidak
paham ada pula siswa yang di kelas tingkahnya hanya mengganggu teman kelasnya.
Keberagaman dalam berperilaku ini juga berlanjut pada keberagaman dalam
berpikir. Ada siswa yang berpikir dengan divergen atau cenderung kreatif dan
kritis pada setiap materi yang diberikan, ada pula siswa yang berpikirnya
monoton dan cenderung untuk sekedar mengikuti contoh.
Banyak siswa maupun mahasiswa fisika
mengalami kesulitan ketika membuat interpretasi terhadap suatu fenomena fisika,
ataupun persamaan matematis. Dua hal yang berbeda, namun dalam fisika hal ini
hendaknya seiring dan sejalan. Pemahaman terhadap konteks dunia nyata tidak
cukup, melainkan membutuhkan pemahaman matematis. Demikian pula sebaliknya,
kemampuan matematis saja tidak cukup tanpa diimbangi dengan pemahaman
kontekstual dalam dunia nyata. Terkait dunia nyata, penulis teringat pada salah
seorang siswa yang bernama Muhammad Riswar Rasyid. Anak ini punya kemampuan
menghitung yang cukup baik. Tidak heran jika dia selalu diutus sebagai delegasi
sekolah dalam berbagai lomba matematika. Setiap pembelajaran fisika anak ini
selalu memberikan pertanyaan yang sama yaitu “kenapa kita harus belajar ini?, apa manfaatnya bagi saya?”. Tentu
dengan mudah dijawab jika guru menguasai materi, aplikasi konsep fisika
biasanya memang sudah tertara pada buku-buku teks pelajaran. Akan tetapi,
sebenarnya ada banyak hal yang bisa diinterpretasikan dari pertanyaan itu, bahwa
selama ini siswa (termasuk penulis) belum sepenuhnya merasakan secara nyata
manfaat belajar fisika. Sebagian besar fisika lebih difokuskan pada konsep teks
yang sebenarnya diera sekarang ini sangat mudah ditemukan jawabannya. Siswa cukup
mengatakan “Okay Google” kemudian menyebutkan kata kunci maka muncul jawaban
dari berbagai sumber. Kalkulator matematis dan kalkulator saintis telah
tersedia dalam berbagai versi. Siswa dapat melakukan perhitungan dengan sangat
mudah.
Waktu yang tersedia sebaiknya
dimaksimalkan untuk menginternalisasi manfaat belajar fisika. Siswa dapat
diarahkan untuk mengaplikasikan setiap konsep yang dipelajari dalam berbagai
bentuk. Aplikasi yang dimaksud penulis disini tidak hanya aplikasi dalam bentuk
prototype 3 dimensi seperti biasanya melainkan juga prototype konsep yang
mungkin dikembangkan siswa melalui konsep yang telah dipelajarinya. Dalam satu
semester, siswa hendaknya memiliki proyek yang berkesinambungan berdasarkan
materi. Proyek ini dikerjakan secara perlahan berdasarkan materi untuk
mendukung proyek besar yang akan dikerjakan.
Sistem mini projek akan membuat
pengetahuan yang dimiliki siswa lebih koheren. Siswa akan memiliki tujuan
selama satu semester. Tujuan siswa tidak hanya berorientasi nilai akan tetapi
berorientasi produk yang dapat dirasakan manfaatnya. Langkah-langkah
pelaksanaany pada dasarnya mirip dengan Science Technology Engineering and
Mathematics (STEM) ataupun Project Based Learning (PjBL). Penulis menamai
struktur belajar yang dibangun ini dengan nama Integrated Project Based Learning (IPjBL) Adapun langkah-langkah yang penulis tawarkan sebagai
panduan pelaksanaan pembelajaran fisika dalam satu semester adalah sebagai
berikut.
1.
Penanaman
nilai-nilai dasar fisika dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Merancang satu
projek semester yang disertai dengan mini projek yang mendukungnya. Pada bagian
ini dilakukan strukturisasi materi dari yang sederhana hingga materi yang
kompleks.
3.
Siswa mendapatkan
pengantar pembelajaran umum dengan membahas sekilas topik yang dipelajari
selama satu semester.
4.
Siswa membuat
rancangan projek besar 1 semester.
5.
Projek dikerjakan
dalam kelompok kecil 2-3 orang.
6.
Projek hendaknya
tidak dibatasi pada pembuatan alat saja tapi lebih difokuskan pada projek
konseptual untuk. Pada bagian ini penting bagi guru untuk membuat batasan
terhadap topik dan jenis projek yang diperbolehkan agar siswa dengan mudah
dapat membuat rancangan.
7.
Hasil rancangan
kemudian di analisa oleh guru.
8.
Pada setiap
materi, siswa merancang mini projek yang dapat mendukung pelaksanaan projek
besar mereka.
9.
Siswa mendapatkan
arahan dan bimbingan oleh guru selama percancangan dan pembuatan setiap projek.
10. Presentasi hasil projek di akhir semester.
Comments
Post a Comment