ANCAMAN VALIDITAS
Salah satu sisi yang penting dalam penelitian kuantitatif adalah memastikan bahwa inferensi data hasil penelitian yang dibuat sudah benar. Ancaman yang mungkin dalam membuat inferensi sebaiknya dipertimbangkan dalam melakukan penelitian eksperimental. Ancaman ini biasa disebut sebagai ancaman validitas. Ancaman validitas merujuk kepada suatu alasan mengapa kita dapat membuat inferensi yang keliru dalam membuat inferensi. Jenis-jenis ancaman yang mungkin terjadi telah lama didiskusikan yang dimulai oleh Campbell dan Stanley (1963) hingga dielaborasi oleh Cook dan Campbell (1979) dan yang terbaru oleh Sadish, Cook, dan Campbell (2002). Secara umum, ancaman validitas dapat dibagi menjadi dua yaitu ancaman pada: validitas internal dan validitas eksternal (Creswell, 2012).
Ancaman
pada Validitas Internal
Ancaman
pada validitas internal merujuk pada ancaman dalam menggambarkan inferensi yang
benar tentang kovarian (yaitu: variasi dari satu variabel berkontribusi ke
variasi dalam variabel lain) antara perlakuan yang diberikan dan hasil dari
sebuah hubungan kausalitas (Creswell,
2012).
Dengan kata lain bahwa seorang peneliti hendaknya mengeliminasi atau menjaga
agar semua variabel tambahan (extraneous
variables) tidak memengaruhi hasil pengukuran pada post-test (Gall,
Gall, & Borg, 2003).
Ancaman pada validitas internal dapat dibagi menjadi tiga yaitu ancaman yang
berhubungan dengan partisipan, yang berhubungan dengan perlakuan dan yang
berhubungan dengan prosedur (Creswell,
2012).
Ada enam ancaman yang
berhubungan dengan partisipan menurut (Creswell,
2012).
1.
History
(sejarah), perlakuan eksperimen berlangusung selama periode waktu tertentu, dan
beberapa kejadian mungkin terjadi dan memengaruhi hasil eksperimen. Dalam
eksperimen pendidikan, sangat susah untuk mengontrol semua variabel tambahan
dan membuat hanya perlakuan (variabel bebas) yang bekerja selama penelitian (Gall
et al., 2003). Meskipun demikian, peneliti dapat
mengontrol aktifitas setiap kelompok agar tetap sama selama eksperimen dan yang
membedakan hanya perlakuan saja (variabel bebas).
2.
Maturation
(kematangan). Individu berkembang atau berubah selama eksperimen berlangsung,
misalnya saja bertambah tua, bijak, kuat dan pengalaman-pengalaman lainnya.
Perubahan ini mungkin memberikan dampak pada hasil yang diperoleh antara pretest dan post-test. Memilih partisipan dengan tepat dengan kematangan yang
sama untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat membantu meningkatkan
validitas internal eksperimen.
3.
Regression
(regresi). Ketika peneliti memilih individu-individu pada suatu kelompok
berdasarkan skor yang ekstrim (sangat tinggi ataupun sangat rendah), maka
secara otomatis tanpa perlakuan pun individu tersebut akan memiliki skor yang
tinggi atau justru rendah pada post-test
daripada pretest. Memilih partisipan
yang tidak berada pada skor ekstrem dapat mengatasi masalah ini.
4.
Selection
(seleksi). Pemilihan sampel yang cerdas, mudah menerima perlakuan atau familiar
dengan perlakuan yang diberikan dalam suatu eksperimen akan memengaruhi hasil
eksperimen. Sehingga dengan memilih secara random sedikitnya dapat mengurangi
ancaman ini.
5.
Mortality
(mortalitas). Ketika individu dikeluarkan dalam eksperimen karena beberapa
alasan akan menyebabkan penggambaran kesimpulan menjadi susah. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa hal misalnya partisipan berhalangan hadir karena sakit (Gall
et al., 2003). Peneliti perlu untuk memilih sebuah sampel
yang besar dan membandingkan keduanya
6.
Interaction
with selection (interaksi antar partisipan pilihan). Beberapa
perlakuan dapat berinteraksi dengan partisipan yang terpilih untuk menambahkan
ancaman baru terhadap eksperimen. Boleh jadi partisipan yang terpilih mencapai
kematangan dalam eksperimen secara berbeda meskipun berada pada usia yang sama.
Catatan historisnya juga akan berinteraksi dengan pilihan karena individu dari
kelompok yang berbeda berasal dari tempat yang berbeda secara sosial-ekonomi.
Kategori
selanjutnya adalah ancaman yang berhubungan dengan perlakuan menurut (Creswell,
2012).
1.
Diffusion
treatments (gabungan perlakuan): ketika kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dapat berkomunikasi satu sama lain, kelas kontrol bisa jadi
belajar bersama kelompok eksperimen yang akan mengancam validitas internal. Sebisa
mungkin, peneliti menjaga agar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tetap
terpisah selama eksperimen berlangsung. Hal ini mungkin sangat sulit ketika
kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan dua kelas yang berada pada
tingkatan yang sama.
2.
Compensatory
equalization (kompensasi kesetaraan): ketika hanya
kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan, ketidaksetaraan terjadi yang
mungkin mengancam validitas penelitian. Manfaat dari penelitian hendaknya
diterima secara merata pada semua kelompok yang diteliti. Untuk mengatasi
masalah ini, peneliti membuat kelompok pembanding. Misalnya, satu kelompok
menerima kuliah kesehatan-resiko, sementara itu kelompok lain menerima handout tentang materi ini sehingga
kedua kelompok mendapatkan keuntungan yang sama.
3.
Compensatory
Rivalry (kompensasi persaingan): ketika peneliti mengumumkan
tugas untuk kelompok kontrol dan kelas eksperimen, kompensasi persaingan boleh
jadi muncul antara kedua kelompok karena kelas kontrol merasa sebagai “underdog”. Peneliti dapat berusaha
mengabaikan ancaman ni dengan maksud untuk mengurangi kepedulian dan eskpektasi
terhadap dugaan manfaat dari eksperimen yang dilakukan.
4.
Resentful demoralization (demoralisasi
marah): individu dalam kelompok kontrol bisa jadi merasa marah dan mengurangi
semangat karena mereka menerima sebuah perlakuan yang kurang diinginkan daripada
group yang lain. Salah satu cara memperbaiki ancaman ini adalah meberikan
sebuah perlakuan kepada kelompok kontrol setelah eksperimen disimpulkan.
Berikutnya
adalah ancaman terhadap penelitian eksperimental kaitannya dengan prosedur
dalam penelitian menurut (Creswell,
2012).
1.
Testing
(penilaian): potensi ancaman terhadap validitas internal adalah bahwa
partisipan boleh jadi terbiasa terhadap tes akhir dan mengingat respon mereka
pada penilaian sebelumya. Selama beberapa eksperimen, hasil diukur dari sekali,
seperti dalam pretest. Untuk
mengatasi situasi ini, peneliti eksperimental mengukur hasil sekurang mungkin
dan menggunakan butir tes yang berbeda pada post-test
dibandingkan dengan butir tes yang digunakan pada saat pretest.
2.
Instrumentation
(instrumentasi): antara penyusunan instrumen pretest dan post-test,
instrumen bisa jadi berubah yang akan memunculkan potensi ancaman terhadap
validitas internal. Sebagai contoh, observer bisa jadi semakin ahli selama
proses pengamatan dalam suatu penelitian. Untuk mengatasi permasalahan ini,
peneliti dapat membuat prosedur yang terstandar sehingga peneliti dapat
menggunakan skala dan instrumen observasi yang sama selama eksperimen
berlangsung.
Sebagai
kesimpulan, tujuan dalam mendesain sebuah eksperimen adalah menciptakan sebuah
perangkat kondisi dengan level kepercayaan yang tinggi terhadap variabel
dependen (perlakuan) daripada variabel tambahan (extraneous variable).
Ancaman pada Validitas Eksternal
Temuan
dalam suatu penelitian eksperimen bisa jadi valid pada satu tempat tapi tidak
begitu valid pada lokasi yang berbeda. Sebagai contoh, seorang peneliti
melakukan tes terhadap pengaruh ilustrasi dalam buku anak-anak yang diambil
datanya pada suatu kelompok kecil anak-anak kelas satu. Setiap kelompok
menerima cerita yang sama tapi dengan ilustrasi yang berbeda. Buku ilustrasi
yang digunakan tersebut cukup berkualitas. Siswa kemudian dinilai seketika
setelah membaca cerita, bahkan eksperimen terkontrol degan baik dengan beberapa
extraneous variabel yang dikendalikan. Eksperimen ini secara internal valid,
akan tetapi kemampuan untuk mengeneralisasikan hasil temuannya sangat lemah.
Hal tersebut disebut sebagai validitas eksternal.
Menurut
Bracht dan Gene Glass dalam (Gall et al., 2003), terdapat 12
faktor yang dapat mengancam validitas eksternal. Secara umum ancaman ini dapat
dibagi menjadi dua bagian besar yaitu validitas populasi dan validitas ekologi.
1. Validitas
Populasi
Validitas
populasi berfokus pada seberapa mampu sebuah hasil eksperimen dapat
digeneralisasikan ke populasi. Bracht dan Glass membedakan dua jenis ancaman
validitas populasi.
a.
Sejauh mana hasil penelitian dapat
digeneralisasikan dari sampel ke populasi
Bayangkan
jika anda adalah seorang guru yang hendak meningkatkan kemampuan pemahaman
membaca siswa Anda. Anda hendaknya tahu bahwa penggunaan hypertext lebih baik
jika menggunakan sebuah bacaan konvensional. Anda melaksanakan penelitian ini
pada 125 siswa sekolah menengah atas secara random pada sebuah sekolah.
Ekperimen menunjukkan bahwa hypertext lebih baik meningkatkan pemahaman membaca
siswa.
Hasil
ini membatasi cakupan generalisasi peneliti. Anda tidak dapat melakukan
generalisasi kepada semua siswa. Anda hanya dapat melakukan generalisasi
terhadap siswa pada sekolah diamana Anda memberikan perlakuan. Sangat sering
peneliti maupun pembaca berharap ada generalisasi ke kelompok yang lebih besar.
b.
Sejauh mana variabel personal berinteraksi
dengan efek perlakuan.
Pada
eksperimen yang dijelaskan di atas, Anda tidak tahu apakah pembelajaran
berinteraksi dengan karakteristik siswa. Sehingga, meskipun hypertext ditemukan lebih superior dari
pada buku konvensional, perbedaan hasil mungkin ditemukan pada siswa lain yang
berada pada kelas yang berbeda. Jika demikian, maka terjadi penurunan kemampuan
penggeneralisasian hasil penelitian. Kemampuan siswa. Jenis kelamin dan level
kecemasan adalah contoh-contoh dari variabel personal yang dapat memengaruhi
kemampuan suatu hasil penelitian digeneralisasikan.
2. Validitas
Ekologi
Validitas
ekologi fokus pada sejauh mana hasil sebuah penelitian dapat digeneralisasikan
dari set lingkungan penelitian yang telah diciptakan seorang peneliti pada
lingkungan lain. Jika jika efek dari perlakuan hanya berlaku pada kelompok yang
diberi perlakuan saja maka hasil penelitian ini dikategorikan sebagai hasil
penelitian dengan validitas ekologi yang rendah. Menurut Bracht dan Glass dalam
(Gall et al., 2003), terdapat 10 faktor
yang mengancam validitas ekologi.
a.
Deskripsi eksplisit dari perlakuan
eksperimental.
Peneliti
perlu untuk mendeskripsikan perlakuan secara detail sehingga peneliti lain
dapat mereproduksinya. Saran suatu hasil penelitian terkadang lebih efektif dijadikan
sebagai metode diskusi daripada metode kuliah. Meskipun demikian, deskripsi
peneliti terhadap metode diskusi begitu lemah dan tidak lengkap menyebabkan
peneliti lain yang hendak mereplikasi eksperimen tersebut tidak dapat melakukan
hal yang sama. Dalam hal ini, temuan hasil eksperimennya tidak dapat
digeneralisasikan pada lokasi yang berbeda.
b.
Interferensi perlakuan ganda.
Terkadang
seorang peneliti akan menggunakan sebuah desain eksperimental dengan lebih dari
satu perlakuan. Misalkan setiap partisipan memeroleh tiga perlakuan yang
berbeda: A, B dan C. perlakuan A ditemukan bahwa menghasilkan pencapaian pembelajaran
yang lebih baik jika dibandingkan perlakuan B dan C. karena menggunakan desain
eksperimental, temuan tidak dapat digeneralisasikan kecuali eksperimen tersebut
hanya memberlakuan perlakuan A.
c.
Efek Howthorne
Efek
ini merujuk pada kondisi eksperimen dimana partisipan sadar bahwa dirinya
sedang dalam eksperimen, tahu hypothesis peneliti, atau menerima perhatian
khusus. Hal ini dapat memengaruhi perilaku partisipan. Generalisasi hasil
penelitian akan lemah karena perbedaan perilaku partisipan pada lokasi yang
berbeda tidak berlaku.
d.
Efek kebaruan dan gangguan
Perlakuan
eksperimental yang baru boleh jadi efektif karena secara sederhana berbeda dari
pembelajaran yang biasanya siswa peroleh. Jika ini benar, maka hasil temuan
penelitian memiliki kekuatan generalisasi yang lemah.
e.
Efek eksperimenter
Sebuah
perlakuan eksperimental bisa jadi efektif atau tidak efektif tergantung pada
eksperimenter (orang yang melakukan eksperimen), guru atau individu lain yang
memberikan perlakuan. Pada kasus ini, efek perlakuan tidak dapat
digeneralisasikan pada kondisi dengan orang yang berbeda.
f.
Pengaruh pretest
Pada
beberapa eksperimen, pretest bisa
jadi berkaitan dengan perlakuan sehingga berdampak pada hasil penelitian. Jika
eksperimen diulang tanpa pretest,
hasil penelitian juga berubah.
g.
Pengaruh post-test
Sumber
ketidakvalidan ekologi ini mirip dengan pengaruh pretest di atas. Hal ini dapat terjadi jika post-test juga merupakan suatu pengalaman belajar tersendiri. Sebagai
contoh, ketika dalam perlakuan peneliti mengungkapkan ide untuk tidak jatuh
pada tempat yang sama pada beberapa peserta didik. Ketika tidak diberikan post-test hasil penelitian menjadi
berbeda. meskipun efek ini masuk akal namun belum ada studi mendalam tentang
pengaruh post-test. Hal ini berbeda
dengan studi tentang pengaruh pretest
terhadap validitas ekologi.
h.
Interaksi dari sejarah dan efek perlakuan
Seseorang
dapat membantah bahwa peneliti tidak boleh menggeneralisasi di luar periode
waktu di mana eksperimen dilakukan. sebuah eksperimen yang mengevaluasi metode
pendidikan inovatif dapat dilakukan pada saat para guru sangat kecewa dengan
metode konvensional yang sesuai. mereka mungkin sangat termotivasi untuk
menunjukkan keunggulan metode baru. di lain waktu, kami mungkin mengulang
percobaan dan tidak menemukan perbedaan karena guru tidak lagi melihat metode
sebagai inovatif.
i.
Pengukuran variabel bebas
Generalisasi
suatu hasil eksperimen dapat dibatasi dengan desain pretest dan post-test
untuk mengukur pencapaian pencapaian atau variabel hasil lainnya. misalkan
keunggulan program hypertext melalui buku teks biasa ditunjukkan pada tes
pilihan ganda yang diambil siswa segera setelah menyelesaikan perlakuan. jika
program hypertext efektif hanya karena memfasilitasi kemampuan siswa untuk
mengambil tes pilihan ganda, hasil eksperimen tidak akan digeneralisasikan ke
ukuran lain. misalnya, tidak ada perbedaan antara format pembelajaran yang
dapat ditemukan jika pretest dan post-test membutuhkan soal esai.
j.
Interaksi waktu dari pengukuran dan efek
perlakuan
Penerapan
pretest dan post-test pada dua waktu yang berbeda mungkin menghasilkan
perbedaan temuan tentang efek temuan. Praktek yang biasa ada untuk melakukan post-test segera partisipan
menyelesaikan perlakuan eksperimen. Kesimpulan tentang efektivitas perlakuan
didasarkan pada hasil post-test.
Meskipun memungkinkan untuk melakukan test bersamaan atau parallel beberapa
pekan atau bulan berikutnya.
Creswell, J. W. (2012). Educational research:
planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research
(4th ed). Boston: Pearson.
Gall, M. D., Gall, J. P.,
& Borg, W. R. (2003). Educational Research (Seventh Edition). United
State of America: Library of Congress Cataloging.
Comments
Post a Comment